Fakta Seputar Budaya Kretek Indonesia

Posted on Juni 9, 2012. Filed under: info berita | Tag:, , , , |

Penulis pernah bersua dengan teman satu Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Airlangga, Aryo Yudanto, selaku koordinator Komunitas Kretek Wilayah Surabaya, sebuah komunitas yang peduli dengan budaya kretek Indonesia. Sekedar tahu, komunitas kretek, di dalamnya terdapat beragam profesi mulai mahasiswa, aktivis sosial, jurnalis, musisi, seniman sampai pemilik penerbitan.

Didirikan pada tanggal 3 oktober 2010 di Jember dengan wilayah keanggotaan dari Bogor, Jakarta, Jogja, Solo, Temanggung, Kediri, Jember, Surabaya sampai Makassar.

Dalam perbincangan seputar kretek, Aryo menuturkan sejumlah fakta yang sebelumnya, mungkin belum pernah kita dengar.

Pertama, kretek adalah barang konsumsi khas Indonesia.

“Berbeda dari rokok biasa yang juga berbahan baku tembakau. Kretek menggunakan cengkeh dan tambahan saus yang memberi rasa tertentu. Bisa dibilang kretek merupakan barang konsumsi yang sangat Indonesia. Lebih dari 90 persen bahan bakunya berasal dari dalam negeri. Nama kretek atau rokok kretek berasal dari bunyi yang ditimbulkan ketika gulungan tembakau dengan cengkeh dibakar,” ungkap Aryo.

Kedua, kretek dan tembakau sudah melekat dalam budaya dan identitas Indonesia.

“Legenda Rara Mendut dan Pranacitra tidak dapat dilepaskan dari kisah tentang rokok dan tembakau. Cengkeh, salah satu bahan baku kretek, telah jadi ikon Indonesia, sebagaimana terlihat pada lembaran uang Rp 20 ribuan. Kretek ditemukan akhir abad 19 oleh H Djamari yang secara tidak sengaja menambahkan cengkeh pada rokoknya. Dari sana muncul citarasa dan aroma yang khas lebih dari sekedar aroma tembakau,” tandasnya.

Ttembakau bukan tanaman endemik Indonesia.

Melainkan cengkeh yang merupakan tanaman endemik dari Indonesia, berasal dari daerah seputaran Maluku, Sulawesi Utara.

“Sekarang cengkeh paling banyak di temukan di Maluku serta Minahasa. Dulu cengkeh dikembangkan, lebih tepatnya diambil oleh VOC Belanda untuk ditanam ke Madagaskar sekitaran daerah Afrika Selatan,” ungkapnya.

Fakta selanjutnya, tembakau, bahan utama kretek memiliki kandungan nikotin tinggi.

“Tapi nikotin tidak hanya ada pada tembakau, sayuran seperti terong juga mengandung nikotin dengan kadar jauh lebih rendah,” ujarnya.

Lantas, apakah nikotin menyebabkan kanker?

“Ahli biologi molekuler dari Malang, Prof Sutiman berpendapat, kanker ditimbulkan oleh senyawa radikal bebas yang dihasilkan dari proses pembakaran. Radikal bebas terdapat pada beragam makanan yang diolah dengan cara dibakar seperti sate, ikan bakar, singkong sampai jagung bakar,” imbuhnya.

Sementara itu, industri kretek di Indonesia mulai tumbuh awal abad 20 ketika M Nitisemito merintis produksi kretek dengan merek Bal Tiga.

“Si Raja Kretek itu, mampu menyewa dua orang akuntan dari pemerintah kolonial Belanda dan menggaji 10 ribu pekerja serta mampu menghasilkan 10 juta batang kretek per hari. Menjangkau kota-kota di Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, bahkan ke negeri Belanda. Ia kreatif memasarkan produknya, misal dengan menyewa pesawat terbang Fokker seharga 200 gulden untuk mempromosikan rokoknya ke Bandung dan Jakarta. Saking tersohornya, Bung Karno menyebutnya dalam pidato “Lahirnya Pancasila” 1 Juni 1945, sebagai pengusaha pribumi yang membanggakan,” tandas Aryo.

Menyusul seretnya perusahaan Nitisemito, mulai bermunculan perusahaan-perusahaan kretek baru merk seperti Djarum, Gudang Garam, Sampoerna, Minakdjinggo, Bentoel dan Jambu Bol.

“Pabrik-pabrik kretek besar tersebut mampu menyerap hampir seluruh produksi tembakau petani. Pada masa panen buruk seperti tahun 2010, perusahaan kretek seperti Djarum, tetap membeli tembakau petani Temanggung pada tingkat harga yang baik,” paparnya.

Tidak kalah menariknya, meski persaingan pasar kretek begitu ketat, PBNU mendirikan pabrik kretek PT Bintang Bola Dunia (BBD) dengan produk perdana Rokok Kretek Tali Jagat, Desember 2002 silam, di Malang.

“Modal yang diinvestasikan dalam produk SKT itu mencapai Rp 9 miliar dengan pabrik seluas 3 ribu meter persegi dan menyerap tenaga kerja 500 orang,” ungkapnya.

Terakhir, dari total 24 fakta yang tidak memungkinkan disebutkan satu persatu adalah pasar kretek yang cukup besar di dalam negeri pernah coba digeser oleh rokok putih.

“Dengan mengusung isu kesehatan (tingginya kadar Tar dan Nikotin pada kretek), perusahaan raksasa rokok putih dunia melakukan lobi-lobi demi terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No 81 Tahun 1999 yang terkesan menyudutkan kretek. Namun Presiden Abdurrahman Wahid melalui PP No 32 Tahun 2000, berikutnya Presiden Megawati melalui PP No 19 2003, melumpuhkan kedigdayaan perusahaan raksasa rokok putih dunia yang sudah kondang dimana-mana,” pungkas Aryo

Read Full Post | Make a Comment ( None so far )

Liked it here?
Why not try sites on the blogroll...